05 Mei 2012

The Dream Come True (4)


PERJALANAN “TEACHER PARTNERSHIP”
KE ADELAIDE, AUSTRALIA SELATAN
(4)

Sekilas tentang Kota Adelaide 




Adelaide merupakan ibu kota South Australia, yang terletak di selatan benua Australia. Kota ini merupakan kota pelajar yang berpenduduk sekitar 1,2 juta orang saja. Dengan penduduk yang sedikit tersebut, tidak heran apabila diberbagai sudut kota suasana tampak lengang. Keramaian hanya terdapat di titik- titik  tertentu saja seperti di daerah sekitar  King William Street (Pusat Kota) itu pun hanya pada jam-jam tertentu saja.
            Walaupun Australia  saat itu menjelang  memasuki musim panas, suhu di Adelaide terasa sangat dingin dengan suhu udara sekitar 13 s/d 20 derajat celcious yang kadang-kadang disertai hujan. Hal ini berlangsung hingga minggu ke dua. Pada minggu ke tiga nuansa summer (musim panas) mulai terasa. Udara cerah dengan suhu sekitar 22 – 25  derajat celcious. Namun, menjelang pulang ke Indonesia hujan disertai angin kencang dan kabut tebal muncul lagi. Cuaca di Adelaide memang sering berubah-ubah dan kadang-kadang sulit diprediksi.
       Adelaide memiliki daya tarik yang sangat luar biasa. Salah satunya adalah keramahan penduduknya. Tidak seperti orang-orang barat pada umumnya, penduduk Australia terutama penduduk Adelaide adalah orang-orang yang ramah. Mereka senantiasa menyapa meskipun kepada orang yang tidak mereka kenal. Minimal mereka mengatakan “Hi….” Sambil melambaikan tangan. Apabila dimintai pertolongan mereka sangat respek dan membantu semaksimal mungkin. Misalnya ketika menanyakan suatu tempat, mereka tidak segan-segan untuk menjelaskan dan membantu  menunjukan arah sampai jarak tertentu ke arah tempat yang dimaksud.
            Ada pengalaman menarik. Di hari pertama kunjungan ke Seaview High School,  saya berangkat pukul 08.30 pagi bersaya seorang teman satu rumah yang berasal dari SMPN 2 Bandung. Kami naik bis karena sebelumnya sudah dijelaskan oleh homestay dimana kami naik dan dimana kami harus turun apabila mau ke sekolah. Namun setelah di bis, saya dan teman saya lupa lagi dimana harus turun, dan saya mencoba meminta ke sopir bis untuk diturunkan di jalan menuju Seaview High School. Tapi si sopir malah menanyakan nama jalannya, dan saya juga tidak tahu nama jalannya. Kemudian saya balik lagi ke kursi dan membuka map untuk mencari nama jalan dimana sekolah berada, ternyata nama jalannya adalah Seacombe. Setelah menemukan saya balik lagi ke sopir dan menyebutkan nama jalannya, lalu apa jawaban sopir......”Waktu anda menanyakan tadi itu adalah Seacombe road” katanya. Waah, jadi sudah kelewat dong, trus si sopir menyarankan untuk turun dan menunjukan saya untuk naik bis lagi yang diseberang. Kemudian kami turun dan kebetulan disana ada seorang perempuan yang ternyata adalah mahasiswa Universitas Flinder, lalu kami menanyakan kembali, dan akhirnya kami memutuskan untuk tidak naik bis tapi jalan kaki saja. Lalu kami menemukan perempatan dan kami belok kanan, setelah lama berjalan mungkin sekitar 20 menit, ternyata kami tidak menemukan sekolah yang dituju sampai kami menemukan kembali perempatan. Kebetulan disana ada perempuan tua dan suaminya mau turun dari mobil, lalu kami menanyakannya, dan dia menjawab anda salah seharusnya tadi bukan belok kanan tapi belok kiri dan itu dekat dari perempatan itu. Waah.....lemaslah kami, karena harus balik lagi. Tapi untungnya di kejauhan terlihat bis, dan kami langsung memberhentikan bis itu. Lalu si perempuan tua tadi menghampiri sopir bis dan bilang “Orang-orang ini mau ke Seaview High School, tolong berhentikan disana”, lalu kata sopir “Bis ini tidak lewat sekolah itu, tapi saya akan berhentikan diperempatan sebelum sekolah itu”. Sesampainya di perempatan, bis berhenti dan sopir mempersilakan kami untuk turun sambil menunjukan dimana letak sekolah yang kami tuju.
 Alhamdulillah, setelah berjalan beberapa menit akhirnya kami pun tiba di sekolah.

                                                                                  Hal yang menarik lainnya adalah penghargaan para penumpang kepada sopir bus. Setiap kali mereka naik bus selalu mengatakan kata-kata “Good Morning” kalau pagi hari dan Good afternoon bila siang hari. Apabila para penumpang turun dari bus mereka selalu mengatakan “Thank You”. Ini merupaka hal kecil tapi sangat berarti dan menunjukkan tingkat intelektual mereka yang demikian tinggi. Sopir bus, baik pria maupun wanita mampu menjadi sosok yang sangat berwibawa karena mereka mampu menunjukkan  sikap   santun, tepat waktu, tertib  dan dan bertanggungjawab.
            Secara umum kota Adelaide bersih dan tertata rapi. Jalan raya sangat lebar ,  lengang dan jarang terjadi kemacetan. Transportasi umum adalah kereta, tram, dan bus. Para penumpang dapat menggunakan jasa trasportasi masal ini dengan cara membeli ticket di counter-counter seharga $30.00 untuk umum dan $14.90 untuk pelajar. Karcis ini merupakan karcis multy guna yang dapat digunakan untuk 5 kali trip (10 kali naik bis) dan dapat digunakan untuk bus serta kereta  jurusan mana saja dan apa bila penumpang ganti bus dalam waktu kurang dari dua jam maka karcis ini tidak kena charge alias tidak dikenai  tariff. Jadi satu karcis bisa digunakan untuk beberapa kali naik bis tanpa harus bayar lagi asal belum mencapai dua jam. Apabila langsung membeli karcis di bis harganya sekitar 4,6 dollar atau 40 ribuan sekali jalan (bagi penumpang umum) dan 2,1 dollar bagi pelajar. Secara umum transportasi di Adelaide sangat nyaman, cepat dan mudah dijangkau. Bagi orang tua / manula karcis dapat diperoleh secara gratis, dan di bis mereka diberi tempat khusus yang lebih nyaman dibandingkan dengan tempat untuk penumpang biasa. Penghargaan terhadap orang tua dan orang cacat di Adelaide memang sungguh luar biasa. Posisi bus dapat dipendekkan dan ditinggikan agar para orang tua dan orang cacat dapat dengan mudah menggunakan jasa transportasi ini. 


The Dream Come True (3)


PERJALANAN “TEACHER PARTNERSHIP”
KE ADELAIDE, AUSTRALIA SELATAN
(3)

Kedatangan
            Setibanya di bandara Adelaide saya begitu terkesan, karena ternyata disana para host family sudah menanti untuk menjemput kami dengan menunjukan poster nama-nama kami yang mereka tulis di kertas karton. Host family adalah keluarga Australia tempat di mana peserta tinggal selama berada di Australia. Acara penjemputan  terasa sangat meriah. Hal ini mereka lakukan karena mereka belum pernah bertemu dengan calon homestay nya. Pertemuan dengan host family memiliki kesan tersendiri. Karena saat itulah masing-masing pihak berupaya untuk saling  menjajagi dan saling memahami. Bagi guru bahasa Inggris saat perkenalan pertama  barangkali tidak terlalu masalah karena mereka mampu berkomunikasi dengan baik, namun bagi guru non bahasa Inggris hal ini merupakan persoalan yang serius karena mereka banyak yang tidak memahami bahasa host family. Dalam kondisi seperti itu,  tidak heran apabila mereka sekali-sekali menggunakan bahasa isyarat bahkan   tidak jarang  terdengar ungkapan:  pardon?; excuse me? Sorry? can you repeat? What…? dan ujung-ujungnya muncullah kalimat “Sorry I don’t understand”. Namun demikian hal itu dapat menimbulkan suasana lucu yang cukup menghibur.
                                                First meeting with Host "Craigh Fergusson"


Host saya yang bernama Craig Fergusson langsung menyambut dan  kami saling berkenalan. Teman satu homestay dengan saya adalah seorang guru matematika bapak Asep Rusmana dari SMPN 2 Bandung. Kemudian host kami mengajak langsung menuju homestay dengan mobil miliknya dan sebelum menuju homestay kami diajak dulu berkeliling melihat-lihat sekitar daerah Seacliff, suatu daerah bagian dari Adelaide yang disebut disana Suburb atau mungkin sama dengan kecamatan.

                                                  On the way to homestay in Seaclift (1)
                                                   On the way to homestay in Seaclift (2)
                                                               Arrived at homestay

Ternyata Seacliff adalah daerah wisata pantai yang hampir sama dengan Pangandaran, karena pada waktu liburan banyak orang yang berkunjung kesana. Tapi walaupun Seacliff merupakan daerah wisata, situasinya begitu bersih, tertata dan indah sehingga berkesan nyaman. Itulah mungkin perbedaannya dengan Pangandaran. Disanapun tidak ada hotel yang mengarah ke depan pantai, yang ada hanya rumah tinggal.
            Sesampainya di homestay, ternyata homestay saya tepat menghadap ke pantai, sehingga pemandangan pantai sangat jelas dan indah sekali dilihat dari rumah. Great, this is Pangandaran….. Benar-benar, ini adalah suatu keberuntungan dan rakhmat dari Allah SWT telah memberikan saya tempat yang indah dan nyaman. Terima kasih yaaa Allah. (saya bilang ke host saya, dan sedikit menceritakan tentang Pangandaran sebagai pantai wisata yang ada di Indonesia selain Bali).
Lalu kami diperkenalkan dengan fasilitas-fasilitas homestay yang diberikan kepada kami, misalnya fasilitas dapur bagaimana kalau kami akan memasak, karena disana menggunakan kompor electric, kamar mandi dan WC, tempat mencuci pakaian, fasilitas di kamar tidur, fasilitas bila kami ingin membuat barbeque, sampai AC.

Setelah selesai kami membereskan barang-barang, kemudian Host kami Craig Fergusson mengajak makan malam, dan kami diajak ke sebuah restaurant yang bernama Surving Club Restaurant. Saat inilah saya baru sadar bahwa saya sedang berada di tempat yang “asing”. Mengapa?
Karena sejak tiba di Bandara Sydney, kemudian di Adelaide dan diajak makan malam, saya tidak menemukan yang namanya “nasi”. Waktu makan malam itu pun  saya terpaksa makan seafood udang, kerang dan kentang. Tapi Alhamdulillah, yang penting kenyang.